Oleh: Siti Hajar
Sutradara: Wim Wenders
Pemeran utama: Kōji Yakusho (Hirayama)
Genre: Drama slice of life
Durasi: 123 menit
Produksi: Jepang–Jerman
Penghargaan: Aktor Terbaik – Festival Film Cannes 2023 (Kōji Yakusho)
Teman Kerja yang Nyebelin, Cermin Dunia
Luar
Di tengah kesunyian dan kedisiplinan hidup
Hirayama, muncullah sosok rekan kerja muda yang malas, cuek, dan suka bercanda
seenaknya. Anak muda ini kerap datang terlambat, bekerja setengah hati, dan
sibuk dengan gawai. Ia adalah kontras sempurna dari Hirayama—tapi di balik
kekesalannya, Hirayama tidak memarahinya. Ia hanya menegur seperlunya, dan
tetap bekerja dengan telaten.
Melalui dinamika ini, kita seperti melihat
benturan dua generasi: satu yang mengandalkan kecepatan dan distraksi, dan satu
lagi yang hidup dengan tenang dan penuh kehadiran. Tapi uniknya, sang rekan
muda ini tetap menghormati Hirayama. Ia tahu, dalam diam pria tua itu ada
sesuatu yang tidak bisa dia tiru—konsistensi dan ketulusan yang langka.
Akhir yang Hangat-Ciuman yang Bukan
Sekadar Romansa
Di salah satu titik emosional film, pacar rekan
kerjanya—seorang gadis muda yang santun dan periang—tiba-tiba mencium pipi
Hirayama saat mereka berpisah. Bukan ciuman yang romantis, tapi lebih seperti
gestur kasih seorang anak kepada orang tua yang dikaguminya.
Adegan itu sangat sunyi, tapi penuh makna.
Hirayama, yang biasanya kaku dan datar, tersenyum kecil. Ia seolah bangga,
bukan karena dicintai secara romantik, tapi karena dihormati dan dihargai
sebagai manusia. Sebuah pengakuan lembut atas hidup yang ia jalani dengan
diam-diam, tapi penuh martabat.
Ritual Hari Libur, Mandi, Cahaya, dan
Cinta Diam-Diam
Hari libur bagi Hirayama bukan berarti
bermalas-malasan. Justru ia menjalani rutinitas khusus: mandi berendam dengan
tenang, seperti membersihkan bukan hanya tubuh tapi juga pikirannya. Setelah
itu, ia mencetak hasil jepretan filmnya di tempat cuci cetak. Foto-foto
bayangan pohon—yang setiap hari ia abadikan—seakan menjadi meditasi visual yang
ia simpan sebagai harta pribadi.
Kemudian, ia duduk di sebuah kafe kecil, sederhana
tapi hangat. Pemiliknya adalah seorang wanita paruh baya yang kalem dan hangat.
Tak banyak interaksi antara mereka, tapi setiap tatapan, setiap senyum kecil,
mengisyaratkan sesuatu: bahwa Hirayama mungkin diam-diam jatuh hati. Atau
paling tidak, menemukan kedamaian di tempat itu, dan pada sosok si ibu kafe
yang sederhana.
Hidup yang Diam, Tapi Tidak Mati
Semua ini menunjukkan bahwa meski hidup Hirayama
tampak biasa, ia tidak beku. Ia mengalami, mencintai, berinteraksi, dan
menyimpan—semuanya dalam diam. Ada orang yang hidup dengan banyak kata, tapi
kosong. Hirayama adalah kebalikannya: minim kata, tapi penuh makna.
Makna dan Pesan Moral
Perfect Days bukan film yang “bercerita” dalam arti biasa. Ia
tidak menuntun penonton lewat plot, tapi lewat pengalaman. Film ini
menyampaikan pesan besar melalui hal-hal kecil: Bahwa hidup sederhana bisa
sangat bermakna, keindahan bisa ditemukan dalam rutinitas harian, menjadi hadir
lebih penting daripada menjadi sibuk. Bahwa kita bisa menyembuhkan diri
dan orang lain dengan cara yang hening dan tulus.
Kekuatan Film
✅ Akting
Kōji Yakusho luar biasa lembut tapi kuat. Ia bermain dengan ekspresi
minimal, tapi emosi maksimal.
✅ Sinematografi film ini seperti puisi visual—penuh bayangan, cahaya
lembut, dan simetri.
✅ Musik menjadi bagian penting. Lagu-lagu klasik pilihan Hirayama
membawa nostalgia dan kedalaman suasana.
✅ Pace lambat tapi penuh jiwa. Film ini memang tidak untuk semua
orang, tapi bagi yang mau merenung, ia adalah harta karun.
Perfect Days adalah film yang mengajarkan kita untuk melambat
agar bisa benar-benar hidup. Ia bukan sekadar tontonan, tapi pengalaman
spiritual. Cocok bagi siapa saja yang sedang mencari makna hidup dalam
kesederhanaan, atau yang sedang lelah dengan dunia yang terlalu bising.
Aku sudah nonton 5 kali. 😊
Skor:9/10
📌
Tonton film ini ketika kamu butuh diingatkan: bahwa hari biasa pun bisa menjadi
hari yang sempurna. []