Memahami Stroke, Silent Killer yang Harus Diwaspadai

 

Oleh: dr. Ibrahim Nur, Sp.S – Dokter Spesialis Saraf, 35 tahun menangani pasien stroke

Saya masih ingat betul seorang pasien perempuan yang datang ke ruang praktik saya. Ia diseret pelan oleh anaknya karena kaki kanannya seperti tak mau bergerak. Wajahnya sedikit mencong, dan ketika saya ajak bicara, suaranya terdengar seperti tidak jelas, cadel mendadak. “Baru tadi pagi, Dok, waktu bangun tidur langsung begitu,” kata sang anak, panik.

Saya tersenyum, berusaha menenangkan. Di balik senyum itu, saya tahu: kemungkinan besar ini stroke. Dan seperti ratusan bahkan ribuan pasien lain yang saya temui selama 35 tahun terakhir, banyak dari mereka tidak sadar bahwa gejala seperti ini bukan sekadar "kesemutan biasa" atau "pegal sebelah"—tapi pertanda bahaya dari otak.

Apa Itu Stroke?

Secara sederhana, stroke adalah kondisi ketika aliran darah ke bagian otak terhenti, baik karena pembuluh darah tersumbat (disebut stroke iskemik) atau pecah (disebut stroke hemoragik). Otak kita sangat bergantung pada darah untuk mengantar oksigen dan zat-zat penting. Bila aliran darah terputus, maka dalam hitungan menit, sel-sel otak mulai mati. Dan sayangnya, otak bukan seperti kulit yang bisa tumbuh kembali. Jika rusak, dampaknya bisa seumur hidup.

Karena itu, stroke sering disebut sebagai silent killer, pembunuh dalam diam. Ia datang tiba-tiba, sering tanpa peringatan. Namun, ketika ia datang, hidup bisa berubah dalam sekejap.

Gejala Stroke: Mengenali Tanda-Tandanya

Saya selalu berkata begini pada keluarga pasien: jika suatu saat anggota keluargamu mengalami lumpuh mendadak di wajah, tangan, atau kaki, khususnya sebelah sisi tubuh, maka anggaplah itu stroke sampai terbukti sebaliknya.

Gejala stroke yang paling umum:

  • Wajah mencong atau tidak simetris saat tersenyum.
  • Tangan atau kaki lemas tiba-tiba, biasanya sebelah saja.
  • Bicara pelo atau tidak bisa bicara sama sekali.
  • Pusing hebat mendadak, kadang disertai muntah.
  • Penglihatan kabur atau gelap mendadak.
  • Kehilangan keseimbangan, sulit berjalan lurus.

Ada istilah sederhana dari luar negeri yang bisa kita tiru: "FAST"

  • Face (Wajah): Coba suruh senyum, apakah salah satu sisi wajah turun?
  • Arm (Lengan): Angkat kedua tangan. Apakah satu turun?
  • Speech (Bicara): Ucapkan kalimat sederhana. Apakah terdengar jelas?
  • Time (Waktu): Jangan tunggu-tunggu. Bawa ke rumah sakit secepatnya!

Waktu adalah otak. Setiap menit yang hilang, ribuan sel otak bisa mati. Maka jangan tunda. Stroke bukan penyakit yang bisa "dikerokin" atau disembuhkan dengan minyak gosok.

Penyebab dan Faktor Risiko

Mayoritas stroke terjadi karena pembuluh darah tersumbat oleh lemak, plak kolesterol, atau bekuan darah. Maka tak heran, orang-orang dengan kondisi berikut sangat berisiko:

  • Darah tinggi (hipertensi) – ini musuh nomor satu.
  • Diabetes – kadar gula tinggi merusak pembuluh darah.
  • Kolesterol tinggi – mempercepat penyempitan pembuluh darah.
  • Asam urat tinggi – bisa memperburuk sirkulasi darah.
  • Merokok, kurang olahraga, dan stres berlebihan juga memperburuk risiko.

Banyak yang kaget saat tahu dirinya kena stroke, padahal selama ini merasa sehat. Padahal, penyakit-penyakit seperti hipertensi dan diabetes sering tak bergejala. Karena itu saya selalu menyebut mereka: “penyakit diam yang menyayangi stroke.”

Bagaimana Proses Penyembuhannya?

Pertama, mari luruskan pemahaman: stroke bisa pulih, tapi tidak instan. Dan tidak semua bisa sembuh total, tergantung seberapa besar kerusakan otaknya.

Langkah awal paling penting adalah pertolongan medis sesegera mungkin. Bila datang ke rumah sakit dalam waktu 3–4,5 jam sejak gejala muncul, dokter bisa memberi obat penghancur bekuan darah (untuk stroke iskemik), yang sangat efektif mengurangi kerusakan otak.

Setelah fase akut, masuklah masa yang kami sebut rehabilitasi. Ini bisa berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, tergantung kondisi pasien. Terapi yang dilakukan antara lain:

  • Fisioterapi: melatih otot yang lemah agar bisa berfungsi kembali.
  • Terapi wicara: untuk pasien yang kesulitan bicara.
  • Terapi okupasi: agar pasien bisa kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

Yang sangat penting adalah dukungan keluarga. Banyak pasien yang akhirnya pulih karena semangat hidup dan lingkungan yang penuh kasih.

Bisakah Stroke Dicegah?

Jawaban saya selalu sama: bisa, dan sangat bisa. Tapi kita harus serius.

  1. Kontrol tekanan darah. Jika sudah hipertensi, minum obat rutin, jangan asal berhenti.
  2. Cek gula darah dan kolesterol. Jangan tunggu sakit baru periksa.
  3. Kurangi garam, gula, dan lemak jenuh. Makanan tinggi serat seperti sayur, buah, kacang-kacangan adalah sahabat pembuluh darah.
  4. Berhenti merokok dan mulai bergerak. Jalan kaki 30 menit sehari sudah sangat bermanfaat.
  5. Tidur cukup, hindari stres berlebihan.

Saya tahu, perubahan gaya hidup tidak mudah. Tapi lebih baik mencegah daripada menyesal. Stroke itu seperti pencuri. Ia tidak mengetuk pintu. Ia datang tiba-tiba. Tapi jika kita menjaga tubuh dan waspada, kita bisa menghalau kedatangannya.

Bila ada anggota keluargamu yang mendadak kesulitan bicara, jalan, atau tersenyum, jangan anggap itu hal sepele. Mungkin saja itu bukan hanya “stroke ringan.” Tidak ada stroke yang benar-benar ringan, karena semua menyisakan jejak di otak. Tapi dengan penanganan cepat dan perawatan tepat, harapan untuk sembuh masih ada.

Saya menulis ini bukan sekadar dari ilmu, tapi dari pengalaman puluhan tahun melihat pasien-pasien saya yang bangkit, dan juga yang terlambat. Semoga tulisan ini membuat kita lebih peka terhadap tubuh sendiri dan keluarga tercinta.

Karena dalam hidup, kesadaran adalah penyelamat. [] 

Lebih baru Lebih lama