Oleh: Siti Hajar
Larangan
pembakaran sampah oleh Masyarakat semakain gencar dikampanyekan. Hal ini bukan
tidak beralasan karena isu ini menyangkut dengan kesehatan. Hampir di setiap
pelosok tidak hanya di kampung-kampung, di kota juga tidak lepas dari
pembakaran sampah.
Padahal berbagai
pihak telah menghimbau Masyarakat untuk mengelola sampahnya dengan benar.
Misalnya melakukan composting, memilih sampah, program 3 R (reuse-reduse dan ricyle).
Pengertian reduce adalah mengurangi sampah. Arti dari reuse adalah menggunakan
sampah kembali. Sedangkan apa itu recyle adalah mendaur ulang sampah.
Ini adalah
tantangan besar, bagi pihak-pihak yang peduli dengan kesehatan dan lingkungan. Masyarakat
masih menganggap bahwa membakar adalah cara paling gampang menangani masalah
sampah. Padahal sejatinya kita telah menggadaikan tubuh yang sehat terpapar
asap. Kita menghirup zat yang berbahaya bagi tubuh.
Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa pembakaran sampah menghasilkan zat berbahaya
seperti dioksin dan furan yang bersifat karsinogenik. Misalnya, Pakar dari
Universitas Gadjah Mada (UGM), Ikmal Faiz, pada tahun 2023, menyatakan bahwa
"bau ini mengindikasikan ada senyawa dioksin yang punya potensi
karsinogenik, yakni pemicu penyakit kanker apabila sampai terhirup
pernafasan."
Ini sangatlah
berbahaya, tidak hanya bagi yang membakar tetapi orang yang di sekitar areal
pembakaran sampah juga akan sangat terdampak ke seluruh lingkungan tempat
sampah itu di bakar. Bisa sekampung atau bahkan lebih. Siapa saja yang
kebetulan melewati tempat sampah di bakar. Mau tidak mau mereka turut menghirup
senyawa dioksin yang berbahaya ini.
Di sisi lain,
bahaya dari asap pembakaran sampah tidak hanya berdampak pada lingkungan,
tetapi juga langsung mengancam kesehatan manusia. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mencatat bahwa jutaan orang meninggal setiap tahunnya akibat polusi
udara, termasuk dari asap pembakaran sampah. Partikel halus dan zat beracun
yang terhirup dapat menyebabkan penyakit pernapasan, kanker, hingga gangguan
sistem saraf.
Namun, perlu
dicatat bahwa emisi yang dihasilkan dari pembakaran sampah oleh masyarakat
relatif kecil dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan oleh industri besar.
Industri besar, seperti perusahaan tambang dan pabrik, seringkali menghasilkan
emisi dalam jumlah besar yang berkontribusi signifikan terhadap polusi udara
dan perubahan iklim. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK), sektor industri menyumbang sekitar 33% emisi CO₂ global.
Para ilmuwan
menyatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, akan diperlukan penurunan emisi
CO2 secara signifikan, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil. Penurunan
tersebut dibutuhkan untuk membatasi kenaikan suhu global dan mencegah
terjadinya perubahan iklim yang tidak terkendali sebagaimana yang telah
ditargetkan dalam Perjanjian Paris. Artinya ini adalah tanggung jawab bersama. antara
industri, pemerintah dan Masyarakat.
Jika ditanya
porsi siapa yang paling besar, tentu jawabannya adalah pemerintah paling harus
bertanggung jawab besar dalam mengawasi dan mengatur aktivitas industri untuk
memastikan bahwa mereka mematuhi standar lingkungan yang ketat.
Selain itu,
pemerintah juga harus mendorong industri untuk mengadopsi teknologi ramah
lingkungan dan praktik berkelanjutan guna mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan.
Bagaimana Asap
Pembakaran Sampah menyebabkan Emisi Gas Rumah Kaca
Tentu kita ingin
tahu mekanisme utama bagaimana pembakaran sampah menyebabkan emisi gas rumah
kaca, berikut penjelasannya:
Pertama-
Pelepasan Karbon Dioksida (CO₂). Pembakaran sampah organik, seperti kertas,
kayu, dan sisa makanan, menghasilkan karbon dioksida (CO₂), gas rumah kaca
utama yang menyebabkan pemanasan global. Sampah plastik yang berbasis
hidrokarbon juga melepaskan CO₂ ketika dibakar. Menurut studi IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change), pembakaran sampah menyumbang
sekitar 5% dari total emisi CO₂ global.
Kedua-Produksi
Metana (CH₄) dari Pembakaran Tidak Sempurna. Jika pembakaran tidak sempurna
terjadi (karena kurangnya oksigen atau suhu rendah), dapat terbentuk metana
(CH₄). Metana memiliki potensi pemanasan global lebih dari 25 kali lipat
dibandingkan CO₂ dalam jangka waktu 100 tahun (EPA, 2021). Dioksin dan furan
yang dilepaskan dari pembakaran plastik juga bisa memperparah efek pemanasan
global.
Ketiga-Emisi
Nitrogen Oksida (NOₓ) Pembakaran sampah juga menghasilkan nitrogen oksida
(NOₓ), gas yang berkontribusi terhadap pembentukan ozon troposfer—salah satu
pemicu pemanasan global dan polusi udara. Menurut studi UNEP (United Nations
Environment Programme, 2019), NOₓ berkontribusi terhadap peningkatan suhu
global serta gangguan pernapasan.
Keempat-Pelepasan
Karbon Hitam (Black Carbon). Black carbon (BC) atau karbon hitam adalah
partikel kecil yang berasal dari pembakaran tidak sempurna, termasuk dari
pembakaran sampah. Black carbon menyerap panas matahari dan meningkatkan
pemanasan atmosfer. Menurut laporan UNEP (2018), karbon hitam bertanggung jawab
atas sekitar 20% dari pemanasan global secara langsung.
Karbon hitam
juga berkontribusi terhadap pencairan es di Kutub Utara dan perubahan pola
iklim global.
Dengan ini semoga semakin membuat kita paham tentang isu pemanasan global yang diakibatkan oleh pembakaran sampah dan juga industri. Kita semua memiliki tanggung untuk menjaga lingkungan yang sehat, yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita. []