Oleh: Siti Hajar
Pemimpin Negeri
yang Dirindui. Para pemimpin negara dan pejabat pemerintah seharusnya menjadi
sosok yang tulus mengabdi demi kepentingan rakyat.Seorang pemimpin dipilih
bukan untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mengemban amanah rakyat.
Tanggung jawab mereka adalah memastikan kesejahteraan masyarakat, menciptakan
kebijakan yang adil, serta bekerja dengan hati yang bersih demi kemajuan
bangsa.
Bukan sekadar
memperkaya diri dan keturunannya.Jabatan yang diemban bukanlah warisan
keluarga atau ladang untuk mengumpulkan harta bagi anak cucu. Seorang pejabat
yang baik harus memahami bahwa kekuasaan yang dimiliki bersifat sementara,
sedangkan dampak dari kebijakan yang mereka buat akan dirasakan oleh generasi
mendatang.
Tetapi kenyataan
berbicara lain ketika korupsi merajalela hingga mencapai angka yang tidak masuk
akal. Alih-alih bekerja untuk rakyat, banyak pejabat justru memanfaatkan
jabatan mereka untuk kepentingan pribadi. Kasus korupsi dengan nilai ratusan
triliun rupiah menunjukkan betapa rakusnya sebagian elit politik yang tak lagi
memikirkan moral dan tanggung jawab.
Ratusan
triliun rupiah lenyap di tangan segelintir orang sementara rakyat kecil
dibiarkan lapar.
Angka yang
sangat besar itu seharusnya bisa digunakan untuk membangun negeri, membantu
orang miskin, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan.
Namun, kenyataannya uang tersebut justru masuk ke kantong para pejabat,
sementara rakyat masih berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kesulitan
mencari pekerjaan, hasil pertanian dan perkebunan dihargai murah.
Banyak
masyarakat yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Di sektor
pertanian, petani dan pekebun bekerja keras, tetapi hasil panen mereka sering
kali dibeli dengan harga rendah oleh tengkulak atau perusahaan besar yang hanya
memikirkan keuntungan.
Dunia usaha
dipersulit dengan aturan yang kerap tak masuk akal.
Alih-alih
mendukung pertumbuhan ekonomi, regulasi yang ada justru sering kali menyulitkan
pelaku usaha kecil dan menengah. Banyak kebijakan dibuat tanpa mempertimbangkan
dampak bagi masyarakat, sehingga banyak orang kesulitan mengembangkan bisnis
mereka.
Dana
Pendidikan
Dana Pendidikan
yang seharusnya digunakan untuk mencerdaskan anak bangsa serta membangun
infrastruktur pendidikan justru diselewengkan. Pendidikan seharusnya menjadi
prioritas utama dalam pembangunan bangsa, tetapi dana untuk sekolah, beasiswa,
dan fasilitas pendidikan malah dikorupsi. Akibatnya, banyak sekolah yang
kekurangan fasilitas, guru yang digaji rendah, dan anak-anak yang tidak
mendapatkan pendidikan yang layak.
Kasus demi
kasus bermunculan lalu perlahan menguap.
Setiap tahun,
muncul berbagai kasus korupsi yang mengejutkan publik. Namun, banyak di
antaranya yang tidak pernah benar-benar diselesaikan. Setelah ramai dibicarakan
sebentar, kasus itu menghilang tanpa kejelasan.
Membuat
rakyat kecil hanya bisa mengernyitkan dahi dan menarik napas panjang.
Masyarakat yang
mengikuti berita tentang kasus-kasus korupsi ini hanya bisa merasa heran dan
kecewa. Mereka bertanya-tanya, bagaimana mungkin para pejabat yang seharusnya
menjadi panutan justru melakukan hal yang begitu merugikan bangsa?
Sambil
berbisik, "tega ya mereka."
Kekecewaan yang
mendalam membuat rakyat hanya bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan lirih.
Kata-kata itu mewakili kesedihan dan ketidakberdayaan melihat ketidakadilan
yang terus terjadi.
Sebab ketika
hukum mencoba menindak, keadilan pun dijual.
Seharusnya hukum
menjadi alat untuk menegakkan keadilan. Namun, dalam banyak kasus, proses hukum
justru bisa dipermainkan, sehingga para koruptor bisa terbebas dari hukuman
yang setimpal.
Pengacara dan
jaksa disuap. Banyak kasus korupsi yang akhirnya tidak menemui titik terang
karena para pejabat yang terlibat bisa membeli kebebasan mereka. Uang yang
seharusnya dikembalikan kepada negara malah digunakan untuk menyuap aparat
hukum agar kasus mereka dihentikan.
Kepercayaan
terhadap pemimpin negeri semakin terkikis dengan deretan skandal.
Setiap kali ada
kasus korupsi yang terungkap, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah semakin
menurun. Mereka merasa tidak lagi bisa berharap pada pemimpin yang ada karena
skandal korupsi terus terjadi tanpa ada perubahan berarti.
Skandal yang
menyeret menteri pertanian, menteri pertanahan, hingga BUMN-Pertamina.
Kasus korupsi
bukan hanya terjadi di satu kementerian, tetapi sudah merambah ke berbagai
sektor penting dalam pemerintahan. Dari pertanian, pertanahan, hingga
perusahaan milik negara, semua terlibat dalam skandal yang merugikan rakyat.
Pengelola
tambang di negeri Laskar Pelangi pun tak luput dari kasus.
Sumber daya alam
yang seharusnya bisa menjadi berkah bagi masyarakat malah menjadi ladang
korupsi bagi para penguasa. Tambang yang dikelola dengan penuh kecurangan hanya
menguntungkan segelintir orang, sementara masyarakat sekitar tetap hidup dalam
kemiskinan.
Penyelenggara
PON juga terjerat dalam pusaran korupsi.
Bahkan dalam
dunia olahraga, yang seharusnya menjadi ajang prestasi dan kebanggaan bangsa,
korupsi tetap merajalela. Dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung atlet
dan infrastruktur olahraga justru dikorupsi oleh para pejabat yang tak
bermoral.
Rakyat hanya
bisa menatap dengan getir.
Melihat semua
ketidakadilan ini, rakyat hanya bisa merasa sedih dan kecewa. Mereka tahu bahwa
tidak banyak yang bisa mereka lakukan untuk melawan sistem yang sudah begitu
rusak.
Sebab uang yang
seharusnya digunakan untuk kesejahteraan malah mengalir ke kantong para
koruptor.
Alih-alih digunakan untuk memperbaiki kehidupan rakyat, uang negara malah
menjadi alat bagi para pejabat untuk memperkaya diri mereka sendiri.
Ketimpangan sosial semakin lebar, dan kesenjangan ekonomi semakin sulit
diatasi.
Hukum seperti
tumpul ke atas, tetapi tajam ke bawah.
Para pejabat
tinggi sering kali lolos dari hukuman meskipun mereka jelas-jelas bersalah.
Sebaliknya, rakyat kecil yang melakukan pelanggaran kecil justru dihukum berat,
menunjukkan betapa tidak adilnya sistem hukum di negeri ini.
Masih adakah
pemimpin yang benar-benar berpihak pada rakyat?
Di tengah semua
kasus korupsi ini, muncul pertanyaan besar yang menghantui masyarakat: adakah
pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat? Ataukah semua hanya janji manis
yang diucapkan saat kampanye, lalu dilupakan setelah berkuasa? []