Oleh; Siti Hajar
Lingkungan kerja adalah tempat di mana kita menghabiskan
sebagian besar waktu setiap hari. Seharusnya, tempat ini menjadi ruang yang
mendukung produktivitas, kreativitas, dan perkembangan untuk kepentingan
lembaga/perusahaan serta peningkatan kapasitas diri pekerja.
Saya teringat teman kerja pernah mengatakan, "Tidak ada
gunanya kita membuat masalah dengan teman kerja kita sendiri. Toh, setiap hari
kita akan terus bertemu orang yang kita musuhi atau kita benci.
“Di sinoe adalah kanot bu
tanyoe, keupeu tiep uroe ta meupake (Bahasa Aceh). “Di sini adalah
periuk nasi kita, untuk apa bertengkar setiap hari.”
Namun, kata-kata itu tidak semudah mewujudkan kenyataannya.
Tidak jarang lingkungan kerja justru menjadi sumber tekanan emosional karena
sifat toksik dari individu atau budaya kerja yang tidak sehat.
Baik, mari kita telaah satu per satu penyebab adanya
lingkungan kerja yang toksik serta cara cerdas untuk menghadapinya.
Penyebab Lingkungan Kerja Toksik
Pertama-Komunikasi yang Buruk
Tidak adanya komunikasi yang jelas, seringnya gosip, atau manipulasi informasi
dapat menciptakan lingkungan kerja yang penuh ketegangan dan ketidakpercayaan.
Satu membicarakan yang lain, dugaan-dugaan yang belum tentu benar diulas secara
luas dalam kelompok-kelompok kecil. Membicarakan teman sendiri, apalagi
seseorang yang memiliki dendam dan ketidaksenangan tanpa alasan, menjadi
rutinitas yang asik. Dari kelompok kecil satu ke kelompok yang lain, hingga
berita yang tidak benar ini semakin luas diketahui orang. Inilah yang disebut
gossip, memakan daging saudaranya sendiri. Sangat banyak orang tega berlaku
demikian kepada orang yang katanya "bestie." Tidak, yang seperti ini
bukan ‘bestie’ namanya, melainkan rayap yang membuat furniture berbahan kayu
keropos dan hancur tanpa kita sadari.
Kedua-Kepemimpinan yang Otoriter atau Tidak Adil
Pemimpin yang tidak mendukung, cenderung menyalahkan, atau tidak adil dalam
mengambil keputusan dapat merusak moral tim. Ada beberapa langkah yang bisa
diambil pimpinan untuk menghindari lingkungan kerja yang toksik, di antaranya
adalah menjadi teladan yang positif. Pimpinan yang baik tidak akan menggosipi
atasan atau orang-orang di bawahnya yang bekerja untuknya. Selain itu, penting
bagi pimpinan untuk membangun budaya komunikasi yang terbuka dan jujur. Maksudnya,
pimpinan harus bisa membuat karyawannya berbicara tanpa takut dihukum atau
dicap sebagai pembangkang. Bangun komunikasi yang transparan. Bebas
mengutarakan uneg-uneg, namun tetap mengedepankan etika.
Ketiga-Lingkungan Kerja yang Toksik Seringkali
Memprioritaskan Kompetisi Ketimbang Kolaborasi
Perusahaan yang meminta karyawannya untuk menjual lebih banyak, capaian poin
paling tinggi dianggap paling sukses, sering kali menumbuhkan rasa iri hati,
persaingan tidak sehat, dan intrik di antara rekan kerja. Para karyawan akan
bersifat manipulatif, sikut kiri dan sikut kanan, cari muka di depan pimpinan.
Sungguh ini tidak sehat.
Keempat-Kurangnya Pengakuan dan Apresiasi
Ketika usaha dan kontribusi karyawan tidak dihargai, mereka cenderung merasa
tidak dihormati dan kehilangan motivasi. Tidak hanya TK dan Sekolah Dasar yang
membutuhkan apresiasi, penghargaan terhadap usaha dan rasa lelah serta capeknya
untuk mewujudkan tujuan lembaga atau perusahaan juga penting. Reward yang dapat
diberikan oleh lembaga atau perusahaan dapat berupa bonus bulanan, kenaikan
pangkat, mutasi, dan pemberian cuti tahunan yang panjang. Namun, ucapan terima
kasih secara langsung dan tulus dari pimpinan dapat meningkatkan semangat kerja
karyawan.
Kelima-Lingkungan Toksik Terbentuk Karena Adanya
Individu yang Toksik
Seseorang yang senang menyebarkan energi negatif, merendahkan orang lain, atau
memicu konflik dapat menjadi sumber utama lingkungan kerja yang tidak sehat.
Sedihnya, keadaan ini menular. Ketika orang merasa senasib, terabaikan, tidak
pernah diapresiasi, dan tidak mendapatkan kesempatan pengembangan karir,
akhirnya orang tersebut akan membuat komunitas bawah tanah dan terus
menyebarkan toksik kepada karyawan yang lain. Pimpinan harus jeli melihat hal
ini. Beri teguran. Jika ini tidak berefek, surat peringatan atau pemecatan
dapat dilakukan.
Dampak lingkungan kerja toksik ternyata mampu menurunkan
kesehatan mental dan fisik, serta menyebabkan burnout atau kelelahan kerja yang
parah. Ini adalah efek yang lebih parah, yang menyebabkan penurunan
produktivitas dan kualitas kerja pegawai.
Cara Cerdas Menghadapi Orang atau Lingkungan Kerja yang
Toksik
Memang tidak mudah menghadapi lingkungan yang toksik. Namun,
ada beberapa trik yang bisa kamu lakukan untuk membuatmu kuat menghadapi itu.
Kenali Sumber Masalah
Identifikasi penyebab utama dari situasi toksik. Apakah masalahnya berasal dari
individu tertentu, budaya perusahaan, atau kombinasi keduanya? Jika kamu tahu
sumbernya, kamu bisa mengendalikannya dengan menjaga emosi. Jangan terpancing
dengan keadaan. Di sini perlu menerapkan bicara seperlunya. Karena akan menjadi
kebiasaan bila ngobrol terlalu banyak, saat kehabisan bahan, topik akan beralih
ke menggunjing teman yang lain.
Batasi Interaksi dengan Orang Toksik
Jika memungkinkan, minimalkan kontak dengan individu yang bersikap toksik.
Tetap profesional, tetapi hindari keterlibatan dalam percakapan atau konflik
yang tidak perlu.
Bangun Dukungan Positif
Di sini, kamu juga bisa membantu orang lain atau temanmu yang kadang menghadapi
hal serupa. Temukan rekan kerja atau mentor yang mendukungmu. Lingkungan kerja
yang sehat dimulai dari hubungan yang positif dan saling mendukung.
Tingkatkan Kemampuan Diri
Fokuslah pada pengembangan diri, baik secara profesional maupun emosional.
Dengan meningkatkan keterampilan dan kepercayaan diri, kamu akan lebih mudah
mengatasi tantangan di lingkungan kerja.
Pertimbangkan untuk Resign atau Berwirausaha
Jika memang lingkungan kerja tidak sehat dan kamu sudah melakukan segala upaya
untuk mengatasinya, keluar dari tempatmu bekerja mungkin menjadi pilihan.
Pertimbangkan untuk mencari perusahaan baru yang mungkin membutuhkan skill yang
kamu miliki, atau bahkan membangun UMKM.
Satu hal yang harus kamu sadari adalah bahwa lingkungan
kerja toksik adalah tantangan yang mungkin dihadapi oleh siapa saja. Namun,
kita memiliki kendali atas cara kita meresponsnya. Jangan biarkan energi
negatif merusak fokus dan kebahagiaanmu. Dalam hidup, tidak perlu repot
memikirkan perkataan buruk orang lain. Fokuslah pada apa yang dapat kamu
kontrol, bangun batasan sehat, dan teruslah berkembang. Kamu sungguh berarti,
hidup hanya sekali—jangan disia-siakan.[]