Reuni: Saatnya Mengenang, Merajut dan Menghargai Perjalanan Hidup




Reuni: Saatnya Mengenang, Merajut dan Menghargai Perjalanan Hidup

Oleh: Siti Hajar

Reuni adalah pertemuan kembali antara orang-orang yang pernah memiliki hubungan atau kebersamaan di masa lalu, seperti teman sekolah, rekan kerja, atau anggota komunitas tertentu. Kata reuni menjadi populer karena banyak orang merasakan kerinduan untuk bernostalgia, mengenang kenangan lama, dan mempererat kembali hubungan yang sempat merenggang akibat kesibukan hidup. Dalam konteks pertemanan sekolah, reuni bukan sekadar ajang temu kangen, tetapi juga momen berharga untuk mengukuhkan kembali ukhwah atau persaudaraan yang pernah terjalin di masa lalu.

Namun, bagi beberapa orang mendengar kata reuni akan membuat kesal dan sakit hati.  Tentu saja ada rasa senang dan juga sedih saat mengingat masa lalu. Jika dulu pernah mengalami masa sekolah penuh dengan kenangan yang indah, tentu akan sangat bahagia mengenang kembali masa-masa itu.

Ada kalanya dalam hidup kita ingin mengubur dalam-dalam apa yang sudah dilewati. Masa SMA dan SMP adalah masa remaja kita. Masa yang penuh dengan gejolak. Masa mencari identitas diri. Masa menghadapi pubertas, pengaruh hormon, perasaan menyukai dan membenci lawan jenis. Saat itu, gejolak semacam ini kita hadapi dengan versi kita masing-masing.

Ketidaktahuan dengan apa yang terjadi dengan emosi kita sendiri. Perasaan yang kita tidak paham cara mengendalikannya. Ini membuat masa remaja kita penuh warna. Ada malu yang kita tanggung, ada peraaan tidak nyaman yang harus kita telan. Ada kegelisahan yang yang tidak perpangkal dan tidak berujung terus menghantui.

Perubahan yang terjadi pada anggota tubuh kita, bertanya-tanya ada apa ini, mengapa begini. Suara berubah, tumbuh kumis, datangnya menstruasi, munculnya jerawat. Padahal jerawat tumbuh hanya satu, tapi rasanya sangat menganggu. Rasanya pingin masuk lubang dan enggak keluar lagi. Segitunya coba.

Tidak jarang merasa tabu bila muncul rasa suka dan kagum pada kawan sendiri. Salahnya kita dulu mengartikan bahwa suka dan kagum itu cinta dan orang lain tidak boleh tahu. Tidak ada yang memberitahu kita bahwa itu normal, perasaan-perasaan yang harus kita jaga.

Kita merasa ayah dan ibu tidak perlu tahu tentang ini. Parahnya lagi mereka sama sekali tidak bertanya bagaimana tadi di sekolah. Apa yang kamu rasakan? Adakah yang membuatmu tidak nyaman? Tidak, mereka tidak bertanya demikian.  

Bahkan orang tua jika sempat mencurigai hanya sekadar mengatakan, tidak atau jangan tanpa memberitahukan mengapa dan apa akibatnya. Beruntungnya hari ini beberapa diantara kita sudah sedikit memahami dan berusaha bijak dengan membicarakan hal ini dengan anak remaja kita.

Bahwa penting mengelola perasaan senang, suka, kagum itu hanya boleh kita dan Allah saja yang tahu. Saat anak-anak kita mengalami ini,  kita mendamaikan diri mereka untuk mengendalikan diri dengan berdoa dalam diam, semoga orang disukainya terus menjadi lebih baik. Doakan untuk dia terus sehat, semangat belajar dan terus meningkatkan kebijaksanaan untuk menjadi laki-laki dewasa yang bertanggung jawan dan dapat dipercaya sampai dia besar.

Alhamdulillahnya walau ada rasa malu, sedih, kecewa sakit hati, hari ini kita selamat dari hal-hal aneh yang mungkin saja terjadi dengan diri kita saat itu. Hari ini kita masih bisa berdiri tegak. Menjadi kita yang sekarang.

Sejahat apapun kita dulu dan sekarang tentu ada nilai baik yang bisa dicontohkan oleh generasi kita selanjutnya. Kita menjadi mentor bagi mereka-anak-anak kita, anak keponakan kita, anak-anak teman kita serta anak-anak tetangga.  

Perasaan bahwa hari ini kita bukan siapa-siapa dan tidak menjadi apa-apa, tidak lagi menjadi alasan untuk tidak menghadiri acara reuni sekolah. Mungkin masih ada orang yang datang ke reuni karena penasaran teman-temannya yang dulu sudah menjadi apa. Pencapaian apa yang sudah diraihnya, kita tidak bisa pungkiri itu dan memang ada orang-orang yang seperti itu.

Manusia itu beda-beda akal dan pikirannya. Demikian pula kita dan teman-teman sekolah kita dulu.

Akan tetapi masih ada teman-teman kita dulu yang sekian lama tidak bertemu, yang benar-benar datang menghadiri acara reuni karena rindu. Rasa kangen yang teramat dalam.

Mungkin dulu saat sekolah pernah mengalami masa sulit. Ada di antara mereka yang dengan rela meminjamkan bahunya untuk tempat kita bersandar. Dia yang dengan rela mendengar keluh kesah kita tanpa membantah tanpa mengatakan ’tidak’. Dia yang terus saja mendengar cerita terbata-bata keluar dari mulut kita dengan air mata berderai. Dia yang dulu meminjamkan saputangannya untuk menghapus air mata dan mengelap hingus kita yang merasa sangat tersakiti saat itu.

Yakinlah tidak ada yang akan mempertanyakan sudah berapa banyak rumah yang kamu punya, berapa jumlah kenderaan dan merknya apa saja. Mereka juga kadang tidak mau tahu dimana kita bekerja dan sekarang menempati posisi apa. Saya yakin tidak ada, kalau ada pun hanya sekadar mau tahu temanku sudah se-keren apa. Hanya sekadar itu ... jangan dibawa hati.

Pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan kepada kamu saya pikir  tidak jauh dari apa kabar, sudah berapa jumlah anak atau cucu yang kita punya. Bagaimana keadaan keluarga yang mungkin saja mereka kenal karena waktu sekolah dulu sering ke rumah. Tidak jauh-jauh dari itu.

Di usia yang 40 plus saya pikir membicarakan tentang keadaan sehat atau kurang sehat akan menjadi topik yang sangat menarik. Setelahnya masing-masing akan membagikan terapi apa atau herbal apa yang layak dicoba.  

Reuni jangan jadi momok dan alasan untuk memutuskan ikatan persahabatan yang dulu pernah ada. Jadikan ini sebagai jembatan yang terus terjalin hingga satu persatu Allah panggil.  Dan  semoga kelak Allah jumpakan kita kembali di Surga Jannatun Na’im. Amin. []

Lebih baru Lebih lama