
Siti
Hajar yang akrab dipanggil Siti atau Hajar adalah seorang perempuan kelahiran
Pidie-Aceh, pada tanggal 17 Desember. Memiliki saudara kembar yang menggeluti
dunia pendidikan sebagai guru sekolah menengah. Saat ini menetap di Kota Banda
Aceh. Aktivitas hariannya sebagai tenaga kependidikan di Universitas Syiah
Kuala.
Beranjak
dari cita-cita masa kecil ingin menjadi jurnalis dan kerap menulis
catatan-catatan kecil di buku hariannya, ia kemudian menggemari dunia literasi.
Menurut
ceritanya, pada waktu kecil bapaknya yang seorang guru seringkali membawa
pulang buku-buku cerita ke rumah, mulai dari cerita anak (kisah-kisah nabi),
majalah anak sampai majalah orang dewasa membuatnya menyukai buku.
Hari
ini, dia menyadari bahwa membiasakan membaca buku tidak akan rugi
sama sekali. Meskipun, kadang sehabis membaca buku kita tidak ingat pesan apa
yang terkandung dari tulisan yang kita baca. Namun, pengetahuan-pengetahun itu
tetap akan tersimpan di memori alam bawah sadar. Suatu hari kelak tanpa kita
sadari ini akan muncul kembali saat itu butuhkan.
Saat
covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia banyak lahir penulis-penulis baru.
Saat itu orang-orang bekerja di rumah WFH (Work From Home). Mengurangi
aktivitas di kantor karena harus menjaga jarak. Orang-orang memanfaatkan waktu
untuk mengisi dengan hal yang bermanfaat.
Saat
itu muncullah banyak komunitas menulis. Dari sanalah Kemudian Siti Hajar turut
belajar menulis. Kelas pertama menulisnya adalah Komunitas Kayang Aceh—Bunda
Safrina Siregar selaku founder menjadi tempatnya mempelajari teknis menulis
cerita yang benar. Penggunaan tanda baca yang sesuai EYD dan juga penggunaan
kata-kata baku yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Seterusnya
ia juga bergabung dengan Komunitas Menulis Asik, ibu Agni Analiwua, yang
terkenal galak di kelas. Namun, hari ini Agni memiliki murid yang mampu menulis
dengan baik dengan karya-karya yang luar biasa.
Seterusnya
Siti Hajar juga belajar banyak dengan komunitas STCI (Sahabat Tulis Cut Ika)
dengan Cut Rizka Safrianti sebagai foundernya. STCI kini memiliki hampir
seribuan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain
itu Siti Hajar juga mengikuti kelas menulis lain, yang berbayar dan juga yang
tidak berbayar atau gratisan, hanya berkomitmen untuk membeli karya. Saat ini,
Siti Hajar memiliki hampir 100 buku antologi.
Siti
Hajar, menyadari bahwa proses belajar menulisnya belum selesai. Namun demikian
ia telah menghasilkan delapan karya berupa buku cetak. Diantaranya adalah
Kumpulan cerpen yang terbit di Pilar Pustaka Publishing yang berjudul Kisah
dari Gampong Meurandeh-Kumpulan Kisah Sidroe Aneuk Aceh.
Buku
Meurandeh ditulis berdasarkan pengalaman masa kecil yang diasuh oleh orang tua
yang cukup keras, tetapi ini kemudian membuatnya kuat dalam menghadapi setiap
tantangan hidup.
Seterusnya
ada cerita anak, yang berjudul The Spirit of Zahra. Ini adalah faksi (Kisah
nyata yang difiksikan). Diangkat dari Kisah anaknya—Dara yang berkebutuhan
khusus. Kisah Dara yang harus berjuang mengatasi kelemahan kakinya, hampir
saban hari dulu mengeluh sakit, kalau seharian banyak berjalan. Namun, akhirnya
Dara mampu mengatasi keterbatasannya itu dan tetap menjalani hari-harinya
dengan ceria.
Buku
cerita anak keduanya adalah Mencari Medali yang Hilang. Kesenangannya dengan
tanah Gayo yang terkenal dengan kopi arabika dan hasil alam yang melimpah serta
kuda gayo, menjadi alasan dan menantang menantang dirinya, harus ada cerita
tentang keindahan Gayo dan pacuan kudanya yang hebat.
Buku
Cerita Anak lainnya adalah Kisah Petualangan Hana dan Hani (Kisah Gadis Kembar
yang setiap hari kerjanya adalah bermain) serta Ophila si Care
Taker (Cerita tentang lebah baik hati yang senang berbagi).
Ada
dua novel karya Siti Hajar yang sudah terbit, yaitu Shopia dan Ahmadi serta
Patok Penghalang Cinta. Sophia dan Ahmadi berlatar tahun 80-an yang saat itu
penulis masih belum bersekolah, menyaksikan kisah cinta seorang kerabatnya yang
sangat heroik. Kisah ini kemudian ditulis dengan baik oleh Siti Hajar. Namun,
hasilnya masih perlu pembenahan. Setelah dicetak ternyata ada beberapa
kesalahan pengetikan dan ini sungguh disesalinya. Menjadi pelajaran, dalam
menulis buku peran editor itu cukup penting. Siti Hajar mengingatkan bila
teman-teman berniat membukukan karyanya mintalah bantuan editor. Walau harus
membayar mahal, di tangan editor karyamu akan menjadi lebih baik dan menarik.
Tentang novel Patok Penghalang Cinta. Ini adalah novel genre komedi yang membuat pembacanya senyum-senyum dan ngakak sendiri. Ini ditulisnya berdasarkan kisah di kampung yang tidak baik Banyak orang yang menyerobot tanah sawah milik orang lain. Dengan ujung cangkul, setiap musim turun ke sawah, menggeser ateung (pematang), sehingga tanah sawah miliknya menjadi lebih lebar.
Dalam
novel ini, ada seorang dan seorang cucu saling jatuh hati. Ada syarat yang
harus dipenuhi, yaitu mengembalikan patok batas kepemilikan tanah sawah, harus
digeser kembali seperti semula. Antara sedih dan malu kedua belah pihak
kemudian harus menurunkan ego masing-maisng demi cinta anak dan cucu mereka.
Selain
karya fiksi, Siti Hajar juga memiliki satu karya nonfiksi yang berjudul Empati
dalam Dunia Kerja—Menjadi Bos dan Karyawan yang Elegan. Karyanya ini adalah
hasil dari aktivitas Sarkat (Sarapan Jadi Kata) aktivitas menulis pagi,yang
disetor tidak boleh lewat dari jam 10.00 WIB. Kelas ini digawangi oleh Kelas
Menulis Online (KMO). Komunitas menulis yang cukup besar ini dikomandoi oleh
Kang Tendi Murti.
Selain
itu Siti Hajar juga, mengasah ketrampilannya dengan menulis di Kompasiana yang
merupakan ruang menulis di Media Kompas Nasional dan juga blog
pribadinya—sitihajarinspiring.com
Di akhir Siti Hajar berharap, apa ditulisnya dapat bermanfaat dan dapat menjadi legacy bagi pembaca setianya.[]