Korupsi,
Dunia Pendidikan Kita
Oleh: Siti Hajar
Korupsi dalam
sektor pendidikan di Indonesia, khususnya terkait penyaluran dana beasiswa dan
program bantuan pemerintah seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), masih menjadi masalah serius yang merugikan negara
dan menghambat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Jangan tanya mengapa mutu pendidikan kita seperti tidak bergerak, stagnan
di situ-situ saja. Korupsi ibarat kudis yang berkerak. Diberi obat berkurang
sedikit, nanti muncul lagi. Diobati lagi sembuh sebentar, salah makan sedikit
muncul lagi. Diobati lagi, kena panas matahari digaruk nanti muncul lagi.
Demikian seterusnya. Tidak membaik, malah sebaliknya semakin parah dari hari ke
hari.
Rakyat kecil
hanya menonton lakon penguasanya yang satu menyalahkan yang lain. Uang yang
harusnya untuk anak-anak sekolah tega masuk kantong mereka. Mereka bagi-bagi
syafaat, tanpa memikirkan orang yang mereka korbankan. Sungguh miris
Kasus
Penyelewengan Dana PIP
Baru-baru ini, seorang influencer bernama Ronald Aristone Sinaga, yang
dikenal Bro-Ron, mengungkap adanya dugaan korupsi atau penyalahgunaan dana PIP
di salah satu sekolah di Kabupaten Bogor.
Hal ini seperti menghenyakkan jagat maya. Tentu ini seperti membuka mata
semua pihak apa yang sudah diduga selama ini benar adanya. Ada banyak uang
bantuan untuk sekolah tetapi tidak ada perbaikan yang signifikan terhadap
sekolah tersebut. Perbaikan hanya terlihat pada taman sekolah, penambahan pot
bunga dan gorden sekolah. Tidak lebih dari itu. Kemanakan sisa uang yang lain?
Wallahu ’alam. Sepertinya kita semua tahu. Ya sudahlah, yang penting sama-sama
tahu kan, ya.
PIP sendiri bertujuan membantu siswa memenuhi kebutuhan pendidikan seperti
perlengkapan sekolah, uang saku, transportasi, dan biaya uji kompetensi.
Meskipun detail spesifik mengenai temuan Bro-Ron belum banyak
dipublikasikan, kasus ini membuka mata masyarakat bahwa kasus korupsi sangat
dekat dengan kita. Bisa jadi kita adalah salah satu korban mereka.
Kasus
Penyelewengan Dana BOS:
Selain itu,
terdapat beberapa kasus penyelewengan dana BOS yang telah diproses hukum,
antara lain:
·
SMKN
53 Jakarta (2018): Mantan
Kepala SMKN 53 Jakarta, Widodo, bersama dengan staf Sudin Pendidikan Jakarta
Barat, Muhamad Faisal, terbukti melakukan korupsi dana BOS dan Bantuan
Operasional Pendidikan (BOP) tahun anggaran 2018. Keduanya divonis 5 tahun
penjara dan diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsi, dengan total kerugian
negara mencapai Rp2,4 miliar. news.detik.com
·
SMKN 53 Jakarta (2022): Dua terdakwa lainnya, Budi Hartanto dan Diyan Ardiansyah, terkait
kasus yang sama, divonis 4 tahun penjara. Mereka terbukti bersalah dalam penyalahgunaan dana
BOS dan BOP di SMKN 53 Jakarta. news.detik.com
·
SMAN
10 Bandung (2024): Mantan
Kepala Sekolah SMAN 10 Bandung, Ade Suryaman, bersama Bendahara sekolah, Asep
Nendi, dan seorang rekanan, Ervan Fauzi Rakhman, ditetapkan sebagai tersangka
atas dugaan korupsi dana BOS dengan total kerugian negara mencapai Rp664 juta.
Modus operandi yang digunakan meliputi penggelembungan harga dan pengadaan
fiktif. cnnindonesia.com
- SMAN 2 Bungo (2025): Kepala Sekolah Mashuri dan Bendahara
Redi dari SMAN 2 Bungo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi
dana BOS sebesar Rp1,2 miliar. Mereka diduga melakukan penggelembungan
harga dalam pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pribadi. haloindonesianews.com
- Manggarai (Tanggal tidak disebutkan): Kepala Sekolah dan Bendahara di
Manggarai ditahan karena korupsi dana BOS sebesar Rp839 juta. Modus yang
digunakan adalah membuat kegiatan fiktif dan membagikan uang kepada guru
untuk menutupi perbuatan mereka.
2. Kasus
Korupsi Dana PIP:
- SMKN 52 Jakarta (2025): Seorang pegawai honorer di SMKN 52
Jakarta diduga menggelapkan dana PIP yang seharusnya disalurkan kepada 13
siswa. Kasus ini menjadi sorotan setelah beberapa siswa melaporkan tidak
menerima bantuan yang menjadi hak mereka. tvonenews.com
- SDN 03 Jagabita, Bogor (2025): Kepala Sekolah Badri mengakui telah
menyalahgunakan dana PIP selama empat tahun terakhir dengan total mencapai
ratusan juta rupiah. Pengakuan ini membuka mata masyarakat tentang potensi
pelanggaran serupa di sekolah-sekolah lain. mediamassa.co.id
- Kabupaten Cianjur (2023): Kasus
dugaan korupsi dana PIP terjadi di Kabupaten Cianjur, di mana ditemukan
indikasi penyelewengan anggaran yang seharusnya digunakan untuk membantu
siswa kurang mampu. mediakasasi.com
Sementara di Aceh sendiri, kasus yang paling menonjol dilaporkan pada tahun
2017, di mana ditemukan kerugian negara mencapai lebih dari Rp10 miliar akibat
penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada mahasiswa
yang memenuhi syarat, ternyata diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu. Pihak
terkait dalam masalah ini adalah Dinas Pendidikan Aceh.
Proses hukum yang berlangsung, beberapa mahasiswa yang menerima beasiswa
ini, tetapi tidak memenuhi syarat telah mengembalikan dana tersebut. Hingga
Maret 2022, Polda Aceh menerima pengembalian dana sebesar Rp791,7 juta dari 63
mahasiswa.
Kasus ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA). Dalam persidangan, terungkap bahwa nama-nama penerima beasiswa telah
ditentukan oleh sejumlah anggota DPRA tanpa melalui proses seleksi resmi.
Selain itu, ditemukan modus pemotongan dana, di mana mahasiswa hanya menerima
sebagian kecil dari total beasiswa yang seharusnya mereka terima, sementara
sisanya diserahkan kepada oknum tertentu.
Sementara akhir
tahun 2024 lalu, kasus korupsi wastafel menjerat mantan Kepala Dinas Pendidikan
Aceh. Pengadaan tempat cuci tangan atau wastafel pada SMA, SMK, dan SLB seluruh Aceh
ini dengan nilai kontrak sebesar Rp 43.742.310.655 yang dianggarkan tahun 2020
di selewengkan oleh pihak terkait. Dana covid-19 juga
ikut diselewengkan.
Modus Operandi
yang Umum Ditemukan:
Modus operandi yang umum ditemukan dari berbagai
kasus di atas adalah:
Pertama, penggelembungan harga. Pihak sekolah
mengajukan anggaran dengan harga barang atau jasa yang lebih tinggi dari harga
sebenarnya, kemudian mengambil selisihnya untuk kepentingan pribadi.
Kedua, kegiatan fiktif.
Sekolah membuat laporan kegiatan yang sebenarnya tidak pernah dilaksanakan
untuk mencairkan dana, kemudian dana tersebut disalahgunakan.
Ketiga, pemotongan
dana. Memotong sebagian dana yang seharusnya diterima oleh siswa penerima
bantuan, dengan alasan administrasi atau alasan lain yang tidak jelas.
Dampak dari
tindakan penyelewengan uang sekolah dan siswa.
Kasus-kasus
korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menghambat akses
siswa kurang mampu terhadap pendidikan yang layak. Untuk mencegah terulangnya
kasus serupa, diperlukan pengawasan yang lebih ketat, transparansi dalam
pengelolaan dana, serta partisipasi aktif dari masyarakat dan orang tua siswa
dalam memonitor penyaluran dana bantuan pendidikan.
Selain itu,
penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi di sektor pendidikan harus
menjadi prioritas, dengan harapan dapat memberikan efek jera dan memastikan
dana bantuan pendidikan digunakan sesuai peruntukannya.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa penyelewengan dana bantuan pendidikan
masih menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Diperlukan pengawasan yang lebih ketat, transparansi, dan
akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan untuk memastikan bantuan
tersebut tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Jika ini tidak mampu menyebuhkan kudis korupsi yang kian hari kian parah. Maka
Indonesia harus berani memberlakukan hukuman mati bagi korupsi. []
Tulisa ini pernah dimuat di potret.online.com