Kisah Bu
Normala dan Dedikasinya
Oleh: Siti
Hajar
Berbekal ijazah
sarjana pertanian, aku melamar sebagai operator sekolah di SMP Negeri Muara
Angin. Kemampuanku di bidang komputer dan internet masih dasar, tetapi aku
diterima berkat Om Wahyudi, pamanku, yang menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah
bidang kurikulum.
Sekolah tengah bersiap untuk reakreditasi lima
tahunan. Aku yang baru bergabung dua tahun lalu masih asing dengan proses ini.
Suatu pagi, Bu Normala, kepala sekolah kami, menyerahkan catatan kecil berisi
tautan dokumen akreditasi yang harus diinput. Tanpa banyak tanya, aku segera
membuka laptop dan mulai mencermati satu per satu persyaratan yang dibutuhkan.
Bu Normala, atau Bu Mala, dikenal sebagai sosok
tegas dan tak bisa dibantah. Sejak kehilangan anaknya dalam musibah tsunami
beberapa tahun lalu, ia berubah menjadi pribadi yang lebih keras. Namun,
semangatnya dalam membangun sekolah tak pernah luntur. Meski tak pernah
mengungkapkan secara langsung, aku tahu ia puas dengan hasil kerjaku. Aku yang
berlatar belakang pertanian ini kini merangkap sebagai operator sekolah,
sekretaris kepala sekolah, bahkan admin segala urusan. Semua kupelajari dari
sesama operator sekolah dan video tutorial di internet.
Suatu hari, setelah menyerahkan daftar dokumen
yang harus dipersiapkan, aku melihat Bu Mala mengernyitkan dahi. Usianya memang
tak muda lagi, tapi energi dan dedikasinya untuk sekolah luar biasa. Di tengah
kesibukannya, ia masih mengurus setiap detail akreditasi ini sendiri, bahkan
saat ada ketegangan yang tak kusibak antara dirinya dan Om Wahyudi. Saat rapat
terakhir, ada perdebatan yang berujung pada rencana Om Wahyudi untuk pindah ke
sekolah lain. Aku memilih bersikap profesional dan tidak mencampuri urusan
mereka.
“Bu Suci, ini untuk rapat besok. Fotokopi 25
eksemplar dan buat undangan di grup WA,” pintanya sebelum pulang lebih awal
karena merasa kurang sehat. Aku segera menyelesaikan tugas itu tanpa banyak
berpikir.
Siang menjelang ketika aku bersiap pulang. Baru
saja hendak mengambil kunci motor, ponselku berdering. Nama yang muncul di
layar membuat hatiku berdebar.
“Halo, Bu Suci? Ini dari Pos Polisi Simpang Jambo
Tape. Bu Normala mengalami kecelakaan tunggal di lampu merah. Sekarang sudah
kami antar ke RS Kesdam.”
Dunia seolah berhenti sesaat. Tanpa pikir panjang,
aku bergegas ke parkiran dan bertemu Pak Amru, penjaga sekolah. Setelah
mengabarkan berita itu padanya, aku melaju menuju rumah sakit.
Di ruang IGD, Bu Mala terbaring dengan selang
infus di tangannya. Wajahnya pucat, tapi tetap tenang. Ia meminta tolong
menghubungi suaminya. Aku membuka tasnya dan mencari kontaknya.
“Bu, namanya disimpan sebagai apa?” tanyaku.
“Suamiku sayang,” jawabnya pelan.
Aku tersenyum kecil. Meski usia pernikahannya
sudah panjang, panggilan mesra itu masih tersimpan di ponselnya. Aku
menghubungi suaminya dan menyampaikan kabar ini.
Setelah suaminya tiba, aku pamit pulang. Tapi
sebelum itu, Bu Mala masih sempat berpesan, “Besok minta Pak Wahyudi pimpin
rapat. Aku belum cukup kuat.”
Esoknya, seperti yang direncanakan, Om Wahyudi
memimpin rapat. Meski ada perbedaan dengan Bu Mala, ia tetap profesional. Semua
guru bekerja keras menyiapkan dokumen akreditasi. Aku bersyukur, admin
sebelumku meninggalkan arsip yang cukup rapi, jadi hanya sedikit yang perlu
diperbarui. Meski begitu, pekerjaan ini mengajarkanku banyak hal—ketelitian,
ketekunan, dan kerja sama.
Hingga batas akhir, masih ada dokumen yang harus
dilengkapi. Semua berpacu dengan waktu. Aku berdoa semoga kuat menghadapi ini
semua. Akreditasi bukan sekadar nilai, tetapi juga wajah sekolah dan masa depan
siswa serta guru-gurunya.
Akhirnya, tim akreditasi dari Kemendikbud datang.
Semua berjalan sesuai rencana. Tak lama setelahnya, hasil diumumkan: sekolah
kami meraih nilai A. Tepat di saat Bu Mala menerima SK pensiunnya.
Aku menatap wajahnya yang lelah tapi bahagia.
Segala kerja kerasnya terbayar lunas. Aku belajar banyak darinya, bukan hanya
tentang manajemen dan administrasi sekolah, tetapi juga tentang dedikasi dan
semangat yang tak kenal lelah.
Alhamdulillah. Ini adalah hadiah terbaik sebelum
perpisahan.[]