Butuh Malu untuk Menjadi Guru
Oleh: Siti Hajar
Tidak bisa dipungkiri, pentingnya
guru dalam mencerdaskan generasi bangsa. Generasi penerus yang akan melanjutkan
sejarah dan peradaban umat manusia.
Guru adalah seorang yang digugu
dan ditiru. Digugu artinya dipercaya dan diandalkan. Sementara ditiru diikuti
dan dicontoh. Dari sini kita dapat mengartikan bahwa guru adalah seseorang yang
memiliki ilmu dapat dipercaya dan diandalkan oleh seseorang, siswa ataupun mahasiswa.
Para guru akan menjadi contoh bagi mereka. Sedikit banyaknya kemudian mereka
akan mengikuti jejak-jejak orang yang mengajari mereka.
Guru bak pelita
Penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara
Penggalan lagu ini mencerminkan
peran seorang guru atau pemimpin yang ideal, yaitu tidak hanya memberikan ilmu
atau arahan, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam tindakan dan perilaku. Guru
yang baik tidak hanya memberikan teori, tetapi juga menunjukkan integritas,
kerja keras, dan nilai-nilai yang dapat diteladani.
Posisi guru atau pemimpin adalah
amanah besar yang memerlukan tanggung jawab, karena segala ucapan dan tindakan
mereka akan dilihat, dipercaya, dan ditiru oleh orang lain.
Peran Guru dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia sangatlah penting. Ada empat kompetensi yang diharapkan
dari seorang guru dan ini dia atur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pasal 10 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Keempat poin penting adalah
sebagai berikut; Pertama adalah kompetensi pedagogis (proses mendidik—metode
dan seni) kemudian kompetensi personal, profesional, dan kompetensi sosial.
Saat dihadapkan pada tugas
mengajar atau mentransfer ilmu tidak sedikit Guru merasa ini bukan duniaku.
Seolah-olah dia ada di sana karena sebuah jebakan. Mungkin saja ini anjuran
dari orang tuanya agar anaknya mudah menjadi ASN. Selalu saja tersedia lowongan
kerja untuk seorang guru. Tidak disadari bahwa menjadi seorang guru yang baik
tidaklah semudah asal lulus PNS. Namun
seorang Guru harus mau dan mampu meningkatkan kompetensinya. Guru harus
memiliki wawasan yang luas. Ini tidak akan didapat jika sang Guru masih malas
membaca dan tidak mau berubah. Di era digital hari ini, tidak sedikit siswa yang
paham lebih dulu dibandingkan gurunya.
Para siswa cerdas, sebelum kelas
dimulai mereka sudah belajar terlebih dahulu di rumah. Mereka memanfaatkan
kecerdasan AI yang hari ini tidak lagi merasa khawatir akan dikalahkan oleh
mereka. Siswa ini bertanya lebih dalam, dan lebih dalam lagi kepada kecerdasan
buatan ini. Keadaan ini yang kemudian membuat gurunya terlihat lebih miskin
ilmu dibandingkan anak didiknya. Jika hal ini terjadi tentu akan berpengaruh
pada kewibawaan sang Guru. Katanya Guru sosok yang dapat dipercaya dan
diandalkan. Eh, tahunya, siswa lebih paham dari gurunya, malu enggak, tuh!
Potret Guru yang Tidak Mau
Berkembang
Tidak bisa dipungkiri, guru yang
diterima mengajar di sebuah lembaga pendidikan di Indonesia memiliki syarat setidaknya
harus menempuh pendidikan sarjana. Namun, hari ini tidak cukup sekadar ijazah
sarjana saja. Guru juga diharapkan dapat mengikuti seminar, pelatihan dan juga
pendidikan non formal lainnya untuk peningkatan keahlian dan metode serta
menumbuhkan inovasi dalam belajar mengajar. Sehingga kompetensi Profesional
Guru dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
Guru harus punya rasa malu bila
tidak bisa tampil maksimal di depan anak didiknya. Bukan sekadar mencukupi jam
mengajar.
Catatan penting yang harus
diingat adalah guru datang ke sekolah tidak hanya memenuhi kecukupan jam
mengajar saja dan di awal bulan menerima gaji bulanan. Konon lagi bersikap
seolah-olah sudah cukup ilmu untuk mengajar. Tentu tidak demikian. Guru tidak
boleh berhenti terus mengasah kemampuan mengajarnya, meningkatkan pengetahuan
dan terus berinovasi menciptakan metode pembelajaran yang terus berubah dan
berkembang sepanjang zaman.
Guru juga harus cerdas dalam
mengadopsi perkembangan teknologi saat melakukan tugasnya sebagai pengajar. Cakap
dalam mengaplikasikan teknologi digital dan sistem informasi yang dibuat untuk
memudahkan pengajaran dan pelaksanaan administrasi pendidikan.
Apa dampak terhadap Pendidikan
bila Guru hanya sekadar menjalankan tugas dan menunggu akhir bulan. Guru tidak mengajar
sepenuh hati. Yang terjadi adalah para siswa kehilangan kesempatan belajar yang
bermakna. Keadaan guru-guru yang seperti ini tentu akan membuat kredibilitas
sekolah tempat mereka mengajar menjadi buruk. Sehingga nama baik sekolah
dipertaruhkan. Termasuk nama baik guru itu sendiri, siswa-siswa, serta lulusan
dari sekolah tersebut.
Semua kembali kepada individu
guru itu sendiri. Jika memang ada niat dan minat untuk mengembangkan diri tentu
banyak cara yang bisa dilakukan. Manajemen sekolah juga ikut andil dan
seharusnya merasa malu bila ada Guru model begini.
Manajemen sekolah perlu mendorong
dan memfasilitasi guru-guru yang tidak bersemangat dalam mengembangkan diri.
Memaksakan mereka untuk mengikuti seminar atau pelatihan baik secara formal
atau informal.
Guru Harus Punya Malu
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "malu" memiliki beberapa
arti sebagai berikut; merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dan
sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik, melakukan kesalahan, dan
sebagainya. Bisa juga berarti Tidak senang atau tidak suka (berbuat sesuatu)
karena ada rasa hormat, segan, dan sebagainya. Dan juga bisa berarti Kurang
senang; segan (karena rendah dan sebagainya).
Guru yang
punya malu adalah guru yang tidak pasrah dengan keadaan. Guru yang harusnya
selalu sibuk berbenah dan memperbaiki diri. Berusaha menambah ilmu dari waktu
ke waktu. Ada banyak guru atau dosen hari ini mengajar masih menggunakan slide
atau bahan ajar yang sudah digunakannya sejak 20 tahun yang lalu. Tidak update
dan tidak mengikuti zaman. Contohnya masih itu-itu saja. Bahkan tampilan
slidenya terlihat kuno. Ini menyedihkan.
Tidak hanya
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dari pendidikan sarjananya.
Namun, Guru dapat melakukan berbagai kegiatan informal untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya, diantaranya adalah dengan rajin membaca. Membaca buku
atau artikel pendidikan atau apa saja yang menambah wawasan. Bisa dengan menonton
youtube/vlog yang dapat menambah pengetahuan, belajar dari pengalaman orang
lain. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan guru dapat bergabung dalam
komunitas. Coaching antara Guru senior dan yunior.
Belajar
teknologi baru. Hari ini ada banyak tawaran kelas offline dan online,
Guru dapat memanfaatkan ini. Dan terakhir Guru dapat menulis. Menulis apa saja,
yang berbau pendidikan atau hal-hal sosial lainnnya yang layak dibahas dan
perlu dipahami publik.
Guru yang terus belajar dan berinovasi akan menjadi teladan sejati
bagi siswa. Rasa malu yang konstruktif mendorong guru untuk senantiasa
memperbaiki diri dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan
demikian, guru tidak hanya mencerdaskan generasi bangsa tetapi juga menjaga
wibawa serta kredibilitasnya sebagai pendidik yang layak digugu dan ditiru.[]
Tulisan ini pernah dimuat di https://potretonline.com/2025/01/butuh-malu-untuk-menjadi-guru/